BANGSA, NEGARA DAN
WARGANEGARA
A.
Pengertian Bangsa
Bangsa adalah orang-orang yang bersamaan
asal keturunan, adat, bahasa dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian bangsa adalah kumpulan manusia
yang biasanya terikat karena
kesatuan bahasa serta wilayah tertentu
di muka bumi.
Sejarah timbulnya bangsa-bangsa di dunia
berawal dari Benua Eropa. Pada akhir abad XIX, di Benua Eropa timbul berbagai
gerakan kebangsaan. Gerakan tersebut mengakibatkan kerajaan-kerajaan besar di
Eropa seperti, kerajaan Austria-Hongaria, Turki dan Perancis,
terpecah menjadi negara-negara kecil. Banyaknya gerakan kebangsaan di Eropa saat itu dan keberhasilan
mereka menjadi bangsa yang merdeka, mempunyai pengaruh yang besar pada
kehidupan Eropa maupun wilayah lain di dunia. Berikut ini akan dikemukakan
beberapa pengertian bangsa menurut para pakar.
Ernet Renan (guru besar Universitas
Sorbone), menyatakan bahwa bangsa adalah kesatuan solidaritas yang terdiri dari
orang-orang yan saling merasa setia satu sama lain. Bangsa adalah suatu jiwa,
suatu asas spiritual, suatu kesatuan solidaritas yang besar, yang tercipta oleh
suatu perasaan pengorbanan yang telah dibuat di masa lampau dan oleh
orang-orang yang bersedia brbuat untuk masa depan. Bangsa memiliki masa lampau
, tetapi ia melanjutkan dirinya pada masa kini, melalui suatu kenyataan yang
jelas, yaitu kesepakatan, keinginan yang dikemukakan dengan nyata untuk terus
hidup brsama. Oleh karena itu suatu bangsa, tidak bergantung pada persamaan
asal ras, suku bangsa, agama, bahasa, geografi, atau hal-hal lain yang sejenis.
Akan tetapi kehadiran suatu bangsa
adalah, seolah-olah suatu kesepakatan bersama yang terjadi setiap hari
(Bachtiar, 1987:23).
Benidict Anderson mendefinisikan
pengertian bangsa secara agak lain dibandingkan pakar yang lain. Menurut
Anderson, bangsa adalah komunitas politik yang dibayangkan (imagined political
community), artinya tidak selalu sesuai dengan
kenyataan. Komunitas politik dibayangkan itu terdapat dalam wilayah yang
jelas batasnya dan berdaulat.
Dikatakan sebagai komunitas politik yang dibayangkan, karena bangsa yang paling
kecil sekalipun para anggotanya tidak saling mengenal. Dibayangkan
secara terbatas karena, bangsa yang paling besar sekalipun
yang penduduknya bisa lebih dari satu milyar seperti RRC, tetap memiliki batas
wilayah yang jelas. Dibayangkan berdaulat karena bangsa ini berada dibawah
kekuasaan suatu negara yang memiliki kekuasaan atas suatu wilayah dan bangsa
tersebut. Akhirnya bangsa disebut sebagai komunitas yang dibayangkan karena
terlepas dari kesenjangan, para naggota bangsa itu selalu memandang satu sama
lain sebagai saudara sebangsa dan setanah air. Perasaan sebangsa inilah yang
menyebabkan berjuta-juta orang bersedia mati bagi komunitas yang dibayangkan
itu (Surbakti,1992:42).
Mengacu pada pendapat Anderson di atas,
penciptaan solidaritas nasional digambarkan sebagai proses pengembangan
imajinasi di kalangan anggota masyarakat tentang komunitas mereka. Akibatnya
orang Irian (Papua) yang belum pernah berkunjung ke Jawa dan tidak pernah
bertemu sebelunya, dapat mengembangkan kesetiakawanan terhadap sesama komunitas
Indonesia. Dalam pandangan Otto Bauer,
bangsa adalah suatu persatuan perangai, yang timbul karena
persamaan nasib. Anderson dan Bauer dikenal sebagai pakar klasik.
Saekarno memiliki pemahaman yang relatif
baru daripada keduanya. Berkat analisis geopolitiknya, ia menekankan persatuan
antara orang dengan tanah airnya sebagai syarat bangsa. Sedangkan pengertian
bangsa menurut Mohammad Hatta adalah suatu persatuan yang ditentukan oleh
keinsyafan, sebagai suatu persekutuan
yang tersusun menjadi satu, yaitu
terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsyafan yang
bertambah besar oleh karena seperuntungan, malang sama diderita, mujur sama di dapat, oleh karena jasa
bersama, kesengsaraan bersama, pendeknya oleh karena peringatan kepada riwayat
bersama yang tertanam dalam hati dan otak (Sutrisno,1983:38).
Jadi pengertian bangsa mengandung
intisari adanya elemen pokok berupa jiwa, kehendak, perasaan, pikiran,
semangat, yang bersama-sama membentuk kesatuan, kebulatan dan persatuan serta
semuanya itu yang dimaksud adalah aspek kerokhaniannya. Bangsa bukanlah
kenyataan yang bersifat lahiriyah saja, melainkan lebih bercorak rohaniah, yang
adanya hanya dapat disimpulkan berdasarkan pernyataan senasib, sepenanggungan
dan kemauan membentuk kolektivitas.
B. Pengertian Negara
Beraneka ragam pengertian tentang negara
diungkapkan oleh beberapa tokoh ilmu negara, sejak jaman Yunani kuno sampai
abad modern. Pengertian yang lebih komprehensif, konkrit dan aktual tentang
negara dicetuskan oleh pemikir-pemikir abad modern. Diantara para pemikir
modern tersebut adalah Kranenburg, mengatakan bahwa negara pada hakekatnya
adalah sebuah organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang
disebut bangsa. Menurut Kranenburg sebelum terbentuknya negara terlebih dahulu
harus ada sekelompok manusia yang mempunyai kesadaran untuk mendirikan suatu
organisasi untuk menjamin dan memelihara kepentingan mereka. Jadi unsur bangsa
adalah primer (ada lebih dulu), sedangkan negara adalah sekunder (keberadaannya
menyusul kemudian).
Pendapat kranenburg dikuatkan oleh
kenyataan adanya organisasi seperti PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa). Yang
menjadi anggota PBB adalah negara-negara, tapi organisasoi itu disebut
Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nations) bukan Perserikatan Negara-Negara
(United States). Hal ini menurut
Kranenburg menunjukkan bahwa
bangsa itu menjadi dasar dari adanya negara. Dengan demikian bangsalah
yang primer dan yang sekunder adalah negara.
Sebaliknya, menurut Logemann, negara itu
pada hakekatnya adalah sebuah organisasi kekuasaan yang meliputi atau mencakup
kelompok manusia yang disebut bangsa. Jadi, pertama-tama negara itu adalah
organisasi kekuasaan yang memiliki gezag atau
kewibawaan yang terkandung pengertian, dapat memaksakan kehendaknya kepada
semua orang yang diliputi oleh organisasi kekuasaan tersebut. Pendapat Logemann
tersebut menyiratkan hal yang berbeda dari pendapat Kranenburg, bahwa
organisasi kekuasaan (negara) yang menciptakan
bangsa.
Van Apeldoorn dalam bukunya ”Inleiding tot de Studie van Het Nederlands
Recht”, menyatakan istilah negara dipakai dalam empat arti. Pertama, dalam
arti ”penguasa”, untuk menyatakan orang atau orang-orang yang menjalankan
kekuasaan tertinggi atas persekutuan rakyat yang tinggal pada satu daerah.
Kedua dalam arti “persekutuan rakyat”, yakni untuk menyatakan suatu bangsa yang
hidup dalam suatu daerah yang berada dibawah kekuasaan tertinggi dan
kaidah-kaidah hukum yang sama. Ketiga dalam arti suatu “wilayah
tertentu”, yakni untuk
menyatakan suatu daearah
yang
di
dalamnya hidup suatu bangsa di bawah kekuasaan tertinggi. Keempat “kas negara”,
yakni untuk menyatakan harta yang dipegang oleh penguasa untuk kepentingan umum
.
Negara adalah suatu organisasi di antara
sekelompok atau beberapa kelompok manusia, yang bersama-sama mendiami suatu
wilayah tertentu, dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata
terib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tadi. Negara
juga bisa didefinisikan sebagai sebuah organisasi yang memiliki wilayah,
rakyat, pemerintahan yang berdaulat serta mempunyai hak istimewa, seperti hak
memaksa, hak monopoli dan hak mencakup semua, yang bertujuan untuk menjamin
perlindungan, keamanan, keadilan, serta tercapainya tujuan bersama.
Negara merupakan suatu organisasi yang
dalam wilayah tertentu dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua
golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari
kehidupan bersama. Negara juga berwenang menetapkan cara-cara dan batas-batas
sampai dimanakah kekuasaan itu dapat digunakan oleh individu, kelompok, maupun
negara itu sendiri. Dengan demikian negara dapat membimbing berbagai macam
kegiatan warga negaranya ke arah tujuan bersama yang telah ditetapkannya.
Masih banyak pendapat lain yang tentunya
berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut lebih menyangkut pada asal
usul, hakekat negara, serta tujuan negara, yang memang relatif sangat
tergantung pada perkembangan zaman, keadaan maupun tempat. Hingga saat ini
telah menjadi kelaziman dan diakui banyak orang, bahwa pengertian negara
sebagai suatu masyarakat politik, harus memiliki unsur wilayah, rakyat dan
pemerintahan yang berdaulat.
Dalam konferensi Pan-Amerika di
Montevideo pada tahun 1933 telah menghasilkan “Montivideo Convention of the
Rights and Duties of States.” Dengan rumusan sebagai berikut:” The state as a
person of international law should possess the following qualification; a
permanent population, a defined territory, a government, and a capacity to
enter into relation with other states. Jadi unsur-unsur konstitutif negara menurut konvensi tersebut adalah penduduk
yang tetap, wilayah tertentu, pemerintah dan kemampuan untuk melakukan hubungan
dengan negara lain.
Jika syarat berdirinya negara yang
bersifat konstitutif seperti tersebut
di atas, maka syarat yang
bersifat deklaratif adalah, adanya tujuan negara, memiliki undang-
undang dasar (konstitusi), adanya pengakuan dari negara
lain baik secara “de jure” maupun secara
“de facto”, serta masuknya negara dalam perhimpunan bangsa-bangsa misalnya PBB.
Dilihat dari bentuknya, negara bisa
dibedakan menjadi dua, yaitu negara kesatuan (unitary state) dan negara serikat
(federation state). Dalam negara kesatuan tidak dikenal adanya negara bagian
(tidak ada negara dalam negara), yang ada adalah daerah otonom dan wilayah
administratif seperti “propinsi” (daerah tingkat I) dan “kabupaten atau kota”
(sebagai daerah tingkat II). Dalam negara serikat, dikenal adanya “negara bagian” (terdapat negara dalam negara).
Dengan demikian ada pemerintah negara bagian ada pula pemerintah federal yang
membawahi semua negara bagian. Pemerintah federal biasanya memegang kekuasaan bidang
pertahanan dan keamanan, moneter, politik
luar negeri, serta peradilan.
Urusan lain di luar keempat bidang tersebut bisanya menjadi wewenang pemerintah
negara bagian.
C. Fungsi Negara
Harold Laski menyatakan bahwa fungsi
negara adalah menciptakan keadaan dimana rakyat dapat tercapai keinginannya
secara maksimal (Meriam Budihardjo, 1983:39). Terlepas dari ideologi yang
dianutnya, setiap negara memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Melaksanakan
penertiban. Untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan
dalam masyarakat, maka negara harus melaksanakan penertiban.
2.
Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
3. Pertahanan.
Hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar. Untuk itu
negara dilengkapi dengan alat pertahanan.
4.
Menegakkan keadilan.
Menurut
Charles E. Merriam fungsi negara ada lima:
1. Keamanan ekstern,
untuk mencegah ancaman dari luar;
2. Ketetiban intern,
untuk ketertiban dalam negeri;
3. Keadilan bagi
seluruh warga negara;
4. Kesejahteraan umum;
5.
Menjamin kebebasan tiap waga negara
berdasar hak asasi manusia (Meriam Budihardjo,
1983:41).
Selain memiliki fungsi, negara juga
memiliki sifat-sifat khusus yang merupakan manifestasi dari kedaulatan yang
dimilikinya dan hanya tyerdapat dalam negara saja. Adapun sifat-sifat khusus
negara tersebut adalah:
1. Sifat memaksa.
Agar peraturan perundang-undangan
ditaati dan penertiban masyarakat tercapai, serta timbulnya anarki dapat dicegah, maka negara
memiliki hak untuk memaksa. Sarana yang digunakan antara lain adalah polisi,
tentara, jaksa dan hakim.
2. Sifat mencakup semua
Semua peraturan perundang-undangan
misalnya keharusan membayar pajak, berlaku untuk semua orang tanpa kecuali.
Keadaan demikian memang perlu, sebab kalau
seseorang dibiarkan berada diluar ruang lingkup aktivitas negara, maka
usaha negara kearah tercapainya masyarakat yang dicita-citakan akan gagal.
D. Unsur-Unsur Negara
1. Wilayah
Setiap negara menduduki wilayah tertentu
di muka bumi dan memiliki batas-batas wilayah yang jelas pula. Kekuasaan negara
mencakup seluruh wilayah, tidak hanya tanah, tetapi laut di sekelilingnya dan
angkasa di atasnya. Karena kemajuan
teknologi dewasa ini masalah wilayah menjadi lebih rumit dibandingkan
masa lampau. Sebagai contoh jika pada masa lampau wilayah laut cukup sejauh 3
mil dari pantai, sesuai jarak tembak meriam. Maka untuk saat ini menjadi kurang
relevan lagi, sebab jarak tembak peluru kendali bisa ratusan mil. Oleh karena
itu beberapa negara termasuk Indonesia telah mengusulkan wilayah laut 12 mil
diukur dari titik terluar, serta menuntut adanya zona ekonomi eksklusif 200
mil. Kemajuan teknologi telah memungkinkan
pengeboran minyak dan gas di
lepas pantai mendorong sejumlah besar negara untuk menuntut penguasaan wilayah
yang lebih luas.
Menurut hukum internasional semua negara
sama martabatnya. Tetapi dalam kenyataannya sering negara kecil mengalami
kesulitan untuk mempertahankan kedaulatannya, apalagi jika tetangganya adalah
negara besar. Di lain pihak, negara yang
memiliki
wilayah yang sangat luas juga menghadapi berbagai permasalahan, antara lain
keaneka ragaman suku, budaya dan agama, masalah perbatasan dan sebagainya.
2. Penduduk
Setiap negara pasti memiliki penduduk,
dan kekuasaan negara menjangkau seluruh penduduk di dalam wilayahnya. Penduduk
dalam suatu negara biasanya menunjukkan beberapa ciri khas yang membedakannya
dari bangsa lain. Perbedaan ini
nampak misalnya dalam
kebudayaannya, dalam identitas nasionalnya. Kesamaan dalam sejarah, kesamaan
bahasa, kesamaan kebudayaan, kesamaan suku bangsa dan kesamaan agama merupakan
faktor-faktor yang mendorong kearah terbentuknya persatuan nasional dan
identitas nasional yang kuat.
Persamaan dan homogenitas tidak mesti
menjamin kokohnya persatuan. Sedangkan keanekaragaman juga tidak menutup
kemungkinan untuk berkembangnya persatuan yang kokoh. Sebagai contoh Swiss
mempunyai empat bahasa, India memiliki enam belas bahasa resmi, akan tetapi kedua negara sampai
sekarang masih tetap bersatu. Indonesia dengan puluhan bahasa daerah, suku
bangsa, dan terdiri dari berbagai agama hingga saat ini juga masih bersatu,
meskipun ada gerakan yang ingin memisahkan diri di beberapa daerah. Sebaliknya
Inggris dan Amerika Serikat memiliki bahasa yang sama, akan tetapi merupakan
dua bangsa dan negara yang terpisah. Pakistan yang didirikan dengan alasan
untuk mempersatukan wilayah India yang beragama Islam akhirnya pecah menjadi
dua yaitu Pakistan dan Banglades. Oleh karena itu bagus untuk direnungkan apa
yang dikatakan oleh filsuf Perancis Ernest
Renan: “Bahwa pemersatu bangsa bukanlah kesamaan bahasa, kesamaan agama,
kesamaan suku, ataupun kesamaan ras, akan tetapi tercapainya hasil gemilang di
masa lampau dan keinginan untuk
mencapai tujuan bersama di masa depan”.
3. Pemerintahan
Setiap negara memiliki organisasi yang
berwenang untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat
seluruh penduduk di dalam wilayahnya. Keputusan-keputusan ini antara lain
berbentuk undang-undang dan berbagai peraturan lain. Dalam hal ini pemerintah
bertindak atas nama negara dan menyelenggarakan kekuasaan dari negara. Negara
bersifat lebih permanen, sedangkan pemerintah biasanya silih berganti. Kekuasaan
pemerintahan biasanya dibagi menjadi
tiga yakni legislatif (pembuat undang-undang), eksekutif (pelaksana undang-undang), dan
yudikatif (yang mengawasi
pelaksanaan undang-undang).
Secara garis besar
model sistem pemerintahan dapat dibagi empat:
1)
Sistem pemerintahan Presidensiil, contohnya Amerika
Serikat, Indonesia, Filipina.
2)
Sistem pemerintahan Parlementer, contohnya Inggris,
malaysia, Singapura, India.
3) Sistem
pemerintahan Campuran (antara Presidensiil dan Parlementer), contohnya
Perancis.
4) Sistem pemerintahan
Diktator, contohnya Rusia.
4. Kedaulatan
Unsur esensial yang keempat dari negara,
adalah kedaulatan. Istilah kedaulatan seringkali dibatasi sebagai kekuasaan
tertinggi dan final yang tidak ada tandingannya. Kedaulatan paling tidak
mempunyai dua dimensi, yaitu apa yang disebut supremasi internal dan
kemerdekaan eksternal. Yang pertama, berarti adanya kekuasaan yang menjangkau
seluruh wilayah negara, sedangkan yang kedua
berarti bebas dari pengawasan politik negara lain secara langsung ataupun
organisasi internasional
Konsep kedaulatan sebagai salah satu
unsur negara memang menunjukkan pada kekuasaan yang tertinggi serta tidak
terbatas pada wewenang untuk mengatur masalah- masalah negara, baik dalam
negeri maupun hubungan dengan negara lainnya.
Kendatipun konsepnya jelas, tetapi dalam
prakteknya sulit untuk menentukan secara pasti kedaulatan yang dimiliki oleh
suatu negara. Dengan kata lain, kita mengakui sesuatu negara berdaulat, tetapi
kita tidak dapat mengetahui secara pasti apakah negara yang bersangkutan
benar-benar dapat melaksanakan kedaulatannya, dalam arti benar- benar mempunyai
kekuasaan untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri tanpa dipengaruhi oleh
negara lain. Pada dasarnya kedaulatan internal atau kedaulatan di dalam wilayah
suatu negara memang menunjukkan berbagai variasi antara negara satu dengan
negara lainnya sesuai dengan tempat dan ruang lingkup kekuasaan
kedaulatan itu sendiri.
Kedaulatan mencakup kekuasaan yang
tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara,
termasuk paksaan. Negara mempunyai kekuasaan yang tertinggi ini untuk memaksa
semua penduduk agar mentaati peraturan perundang- undangan. Negara juga
berkewajiban mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya
dari
serangan-serangan dari negara lain. Untuk keperluan itu negara menuntut
loyalitas yang mutlak dari seluruh warga negaranya.
E. Pengertian Warga Negara
Berbicara tentang warga negara tidak
bisa dilepakan dari pembicaraan tentang penduduk. Penduduk adalah orang yang
dengan sah bertempat tinggal dalam
suatu negara. Sah dalam artian
tidak bertentangan dengan ketentuan ketentuan dan tata cara masuk dan bertempat
tinggal dalam suatu wilayah negara yang bersangkutan.
Di dalam suatu negara, biasanya
dibedakan antara orang asing dan warga ngara. Orang asing adalah orang di luar
warga negara. Orang asing yang berada di wilayah suatu negara dilindungi oleh
hukum internasional. Jadi dimanapun ia berada berhak mendapatkan perlindungan
dari negara yang bersangkutan. Pada dasarnya orang asing mendapat perlakuan
yang sama. Perbedaan keduanya terletak pada perbedaan beberapa hak seperti hak
politik untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum yang hanya dimiliki oleh
warga negara, tidak oleh orang asing, begitu juga hak untuk diangkat menjadi pejabat negara.
Status kewarganegaraan dalam suatu
negara biasanya terkait dengan dua asas, yaitu “iussanguinis” (asas keturunan)
dan asas “ius soli (asas tempat kelahiran). Lazimnya kedua asas tersebut
sama-sama dipakai dalam kewarganegaraan suatu negara. Secara khusus di
Indonesia, menurut UU No..62 tahun 1958 disebutkan bahwa:”warga negara Republik
Indonesia adalah orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian
atau peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi
warga negara Republik Indonesia.
4. Hubungan Negara
dengan Warganegara
a. Sifat Hubungan
Negara dan Warganegara
Hubungan antara warga negara dengan
negara, menurut Kuncoro Purbopranoto (Cholisin, 1999:21) dapat dilihat dari
perspektif hukum, politik, kebudayaan dan kesusilaan. Namun perspektif yang
aktual dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah perspektif hukum dan
politik.
Pandangan dari perspektif hukum
didasarkan pada konsepsi bahwa warga negara adalah seluruh individu yang
mempunyai ikatan hukum dengan suatu negara (Isjwara,
1980:99). Hubungan hukum antara warga negara dan negara
dibedakan atas: pertama, hubungan sederajat dan tidak sederajat dan kedua ,
hubungan timbal balik dan timbang timpang.
Hubungan hukum yang cocok antara warga
negara dan negara dan negara dengan pemerintah yang berasaskan kekeluargaan
adalah sederajat dan timbal balik. Pendapat ini didasarkan pada pendapat
Kuncoro Purbopranoto (Cholisin,1999:22) tentang governants dan governies atau
yang memerintah dan yang diperintah. Dalam konteks pemerintahan seperti ini,
tidak lagi dikenal perbedaan sifat atau hakikat, tetapi yang ada adalah
perbedaan fungsi, yang pada hakikatnya merupakan kesatuan. Governants dan
governies merupakan komponen yang hakikatnya sama-sama berwujud manusia, oleh
karena itu keduanya sudah seharusnya merupakan satu kesatuan di dalam
mewujudkan kehidupan negara yang manusiawi atau berpihak pada manusia.
Sedangkan perbedaan fungsi keduanya adalah perbedaan fungsi yang berimplikasi
pada perbedaan tugas.
Dalam konteks hubungan yang timbal
balik, warga negara dan negara memiliki kedudukan yang tidak sederajat dan
timbang timpang, dapat berakibat pada sulitnya penciptaan hubungan yang
harmonis antara keduanya. Karena pihak yang
diletakkan pada kedudukan yang lebih tinggi cenderung akan melakukan
tindakan yang berbau dominasi dan hegemoni terhadap pihak yang diletakkan pada
kedudukan yang lebih rendah.
Menurut Hadjoen (Cholisin, 1999:23)
hubungan hukum yang sederajat dan timbal balik, sesuai dengan elemen atau ciri
negara hukum Pancasila, yang meliputi: (a) Keserasian hubungan antara
pemerintah dengan rakyat berdasarkan asas kerukunan; (b) hubungan fungsional
yang proporsional antara kekuasaan lembaga negara; (c) prinsip penyelesaian
masalah secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir, (d)
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Sifat hubungan hukum antara warga negara
dengan pemerintah Indonesia dapat diformulasikan sebagai hubungan hukum yang bersifat sederajat, timbal balik dan
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Di dalam pelaksanaan hukum tersebut
harus disesuaikan juga dengan tujuan hukum di negara Pancasila yaitu memelihara
dan mengembangkan budi pekerti, kemanusiaan
serta cita- cita moral rakyat yang luhur berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dari perspektif politik seorang warga
negara adalah seorang individu yang bebas serta merupakan anggota suatu
masyarakat politik jika bentuk pemerintahan menganut sistem demokrasi. Isjwara
(1980:43) memberikan batasan politik adalah perjuangan memperoleh kekuasaan,
teknik menjalankan kekuasaan, masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan , serta
pembentukan dan penggunaan kekuasaan.
Kekuasaan adalah kemampuan
seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau
kelompok lain sesuai dengan keinginannya (Miriam Budihardjo, 1999:10). Hakikat
politik adalah kekuasaan atau power, tetapi tidak semua kekuasaan adalah
kekuasaan politik
Ossip K. Flechteim membedakan kekuasaan
politik menjadi dua macam, yaitu: (a) Kekuasaan sosial yang
terwujud dalam kekuasaan negara (state power) seperti lembaga pemerintah,
parlemen (DPR), presiden; (b) kekuasaan sosial yang ditujukan kepada negara.
Dari klasifikasi tersebut dinyatakan bahwa kekuasaan politik warga
negara termasuk jenis kekuasaan yang kedua dan kekuasaan politik pemerintah merupakan kekuasaan yang pertama.
Kegiatan yang dilakukan oleh warga
negara terhadap pemerintah atau
negara pada dasarnya adalah dalam rangka
untuk mempengaruhi pemerintah,
agar kepentingan-kepentingannya yang berupa nilai politik dapat direalisasikan
oleh pemerintah. Bentuk kegiatan politik warga negara untuk memperoleh
nilai-nilai politik tersebut bisa dalam bentuk partisipasi (mempengaruhi
pembuatan kebijakan) dan dalam bentuk subyek (terlibat dalam pelaksanaan kebijakan).
Bentuk hubungan politik antara warga
negara dengan pemerintah bisa berbentuk kooperatif yaitu kerjasama saling
menguntungkan dan kedudukan mereka masing-masing adalah sejajar, bisa juga kooptatif ataupun dalam bentuk
paternalistik (negara sebagai patron dan kelompok sosial tertentu sebagai
klien). Bentuk hubungan politik yang berasaskan kekeluargaan yang paling baik
adalah bentuk kooperatif, karena akan menunjang terciptanya hubungan politik
yang harmonis antara warga negara dengan pemerintah. Dalam konteks ini Kuncoro
(Cholisin, 1999:26) memberikan gambaran
bahwa hubungan antara pemimpin dengan rakyat atau lebih khusus lagi
antara pamong dan penduduk adalah
hubungan timbal balik yang bersifat konstruktif
atau hubungan yang saling
membantu dan mengawasi, atau yang dapat diistilahkan hubungan yang
“mong-kinemong”.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang
hubungan warga negara dengan negara (pemerintah), maka dapat disimpulkan
bahwa sifat hubungan politik kooperatif, saling membantu dan mengawasi, adalah
yang paling tepat.
F. Wujud Hubungan Negara dan Warganegara
Wujud hubungan warga negara dengan
negara pada dasarnya berupa peranan (role). Peranan pada dasarnya merupakan
tugas apa yang dilakukan sesuai dengan tugas yang dimiliki dalam status sebagai
warga negara. Suatu peranan tertentu, menurut Soerjono Sukanto dapat dijabarkan
ke dalam unsur-unsur sebagai berikut: (a) Peranan yang ideal (ideal role); (b) peranan yang
seharusnya (expected role); (c) peranan menurut diri sendiri (perceined role);
(d) peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role). Dilihat dari status warga
negara, yang meliputi status pasif, aktif, negatif, dan positif, maka peranan
warga negara juga bersifat aktif, pasif, negatif dan positif secara komprehensif.
Peranan pasif, merupakan kepatuhan
terhadap peraturan perunang-undangan yang berlaku, sbagai cerminan seorang
warga negara yang taat, patuh dan loyal kepada negara. Peranan aktif, merupakan
aktivitas warga negara untuk berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, terutama dalam ikut serta mempengaruhi kebijakan pemerintah. Peranan
positif merupakan aktivitas warga negara untuk meminta pelayanan kepada negara yang memang memiliki fungsi
pelayanan umum (public service) untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup
warganya. Peranan negatif, merupakan aktivitas warga negara untuk menolak
campur tangan negara (pemerintah) dalam persoalan atau hak yang
bersifat pribadi.
G. Hak dan Kewajiban Negara
Hubungan antara negara dengan warga
negaranya dibatasi oleh hak dan kewajiban masing-masing. Secara umum hak negara
adalah sebagai berikut: (a) Hak memaksa,
dapat diartikan sebagai hak untuk memaksakan peraturan-peraturan negara secara
legal atau sah; (b) hak monopoli,
yaitu hak untuk memonopoli dalam penetapan tujuan bersama dari masyarakat dalam
artian kegiatan yang menyangkut hajat orang banyak; (c) hak mencakup semua, dapat diartikan sebagai hak untuk mencapai
tujuan
negara yang dicita-citakan yaitu menciptakan masyarakat
yang tertib, damai dan sejahtera.
Selain hak-hak tersebut, negara juga mempunyai kewajiban
yang harus dilaksanakan oleh organ-organnya. Secara universal kewajiban negara
tersebut adalah:
(a) Membuat dan menetapkan peraturan, dalam rangka
menciptakan kehidupan bernegara yang harmonis, negara mempunyai kewajiban untuk
membuat peraturan atau undang- undang; (b) melaksanakan peraturan–peraturan
yang telah ditetapkan, termasuk mengontrol pelaksanaan peraturan; (c) kewajiban
untuk memelihara, menjamin dan melindungi hak-hak warga negara.
H. Hak dan Kewajiban Warga Negara
Setiap warga negara memiliki hak dasar yang pada
pekembangannya dikenal dengan hak asasi manusia (HAM). Secara universal, HAM
dapat dibagi atau dibedakan sebagai berikut: (a) Hak asasi pribadi atau personal rights yang meliputi kebebasan
menyatakan pendapat, kebebasan untuk beragama, kebebasab bergerak dan lain
sebagainya; (b)Hak asasi ekonomi atau
property rights, yaitu hak untuk
memliki sesuatu, membeli, menjualnya dan memanfaatkannya serta hak untuk
mendapatkan kesejahteraan; (c) hak asasi
untuk mendapatkan perlakuan yang
sama dalam hukum dan pemerintahan
atau yang biasa disebut right sof legal equality; (d) hak-hak sipil dan politik atau civil and political rights, yaitu
hak pilih yang terdiri dari hak untuk dipilih dan memilih dalam pemilu, hak
mendirikan partai politik dan sebagainy; (e) hak asasi sosial dan kebudayaan atau social and cultural rights,
misalnya hak untuk mendapatkan dan memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan
kebudayaan dan sebagainya; (f) hak asasi
untuk mendapatkan perlakuan dan tatacara peradilan dan perlindungan atau
procedural rights, misalnya dalam penangkaan dan penggeledahan.
Di Indonesia, hak-hak tersebut diatur
dalam UUD 1945 dan UU No.39 tahun 1999 tentang HAM. Secara garis besar hak-hak
tersebut adalah sebagai berikut: (a) Hak
untuk hidup sebagaimana diatur dalam pasal 28A UUD 1945 dan pasal 9 UU No.
39 tahun 1999; (b) hak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan, diatur dalam pasal 28B UUD 1945 dan pasal 10 UU No.39
tahun 1999; (c) hak mengembangkan diri,
diatur dalam pasal 28C UUD 1945 dan pasal 11 sampai 16 UU No. 39 tahun 1999; (d) hak memperoleh keadilan sebagaimana
diatur dalam pasal 28H dan pasal 28I ayat 2 UUD
1945 serta pasal 17 sampai 19 UU No.39 tahun 1999; (e) hak atas kebebasan pribadi, diatur
dalam pasal 28G ayat 1 dan pasal 28I ayat 1 UUD 1945 dan pasal 20 sampai 27
UU No..39 tahun 1999; (f) hak
atas rasa aman sebagaimana diatur dalam pasal 28G
ayat 2 UUD 1945 serta pasal 28 sampai 35 UU No.39 tahun 1999; (g) hak
atas kesejahteraan yang diatur dalam pasal 28C ayat 1 UUD 1945 dan pasal 36
sampai 42 UU No. 39 tahun 1999; (h) hak untuk turut serta dalam pemerintahan
sebagaimana diatur dalam pasal 27 UUD 1945 dan pasal 43 dan 44 UU No.39 tahun
1999 tenang HAM.
Kewajiban warga negara secara universal adalah: (a) Menjunjung tinggi hukum baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis; (b) mengakui pemerintahan yang sah baik pemerintahan daerah maupun
pemerintahan pusat. Secara khusus kewajiban warga negara Indonesia adalah : (a) Kewajiban untuk ikut serta dalam usaha
pembelaan negara atau pertahanan keamanan negara, sebagaimana diatur dalam
pasal 30 ayat 1 UUD 1945 dan pasal 68 UU No.39 tahun 1999; (b) kewajiban untuk patuh pada peraturan
perundang-undangan, hukum tak tertulis serta hukum internasional tentang
hak asasi manusia , sebagaimana diatur dalam pasal 67 dan 70 UU No.39 tahun
1999; (c) kewajiban untuk menjunjung
pemerintahan, diatur dalam pasal 27 UUD 1945.
No comments:
Post a Comment