Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) sudah beberapa kali mengalami perubahan nama,
mulai dari Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Kewarganegaraan (KWN)
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), sekarang Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn), dan jika kurikulum yang baru diberlakukan tahun
2015 akan kembali kepada Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn).
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami
dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara
yang berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945, cerdas
dan terampil menurut Helmi Hasan (2004) bahwa Civic Education itu adalah
pembelajaran, dimana guru dan siswa harus mampu mengawasi kebijkan
pemerintah. Sementara itu menurut Yulinar Nur (2004) melihat ada tiga
kompetensi yang harus diperhatikan guru dalam PKn yang mampu mengotrol
kebijakan pemerintah, yaitu (1), peserta didik mampu berpikir kritis,
rasional dan kreatif, dalam merespon isu-isu Kewarganegaraan, (2),
peserta didik mampu berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan (3), peserta
didik mampu membentuk diri berdasakan kepada karakter-karakter positif
masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia yang demokratis.
Sebagai mana lazimnya semua mata pelajaran, mata pelajaran PKn
memiliki visi, misi, tujuan dan ruang lingkup isi, visi mata pelajaran
PKn adalah terwujudnya suatu pelajaran yang berfungsi sebagai sarana
pembinaan watak bangsa (Nation and Character Building) dan pemberdayaan
warga negara. Adapun misi pelajaran PKn adalah membentuk warga negara
yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan
kewajibannya dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara sesuai dengan UUD
1945, sementara tujuan PKn adalah (1), peserta didik memiliki kemampuan
berfikir secara rasional, kritis, dan kreatif sehingga mampu memahami
berbagai wacana kewarganegaraan, (2), peserta didik memiliki
keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi secara
demokratis dan bertanggung jawab, (3), peserta didik memiliki watak dan
kepribadian yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Sejalan dengan tujuan PKn, aspek-aspek kompetensi yang hendak
dikembangkan dalam Pembelajaran PKn mencakup Pengetahuan
Kewarganegaraan (civic knowledge) yang menyangkut berbagai teori dan
konsep politik, hukum, dan moral, Keterampilan Kewarganegaraan (civic
sklils), meliputi keterempilan intelektual (Intelectual Skills ),
keterampilan berpartisipasi (Paticipatory skills) dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Karakter Kewarganegaraan (civic disposition )
ini merupakan dimensi yang paling substansif dan essensial dalam
pembelajaran PKn, karena dengan menguasai pengetahuan kewarganegaraan
dan keterampilan kewarganegaraan akan membentuk watak/karakter, sikap
dan kebiasaan hidup sehari-hari yang mencerminkan warga negara yang
baik. Misalnya, religius, jujur, adil, demokratis, menghargai perbedaan,
menghormati hukum, menghormati HAM, memiliki semangat kebangsaan yang
kuat, rela berkorban dan sebagainya.
Jika dilihat dari karakteristik pembelajaran PKn di atas,
implikasinya lebih banyak kepada pengetahuan kewarganegaraan yang lebih
banyak meliputi pengetahuan tentang hak dan kewajiban warga negara, HAM,
prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga-lembaga negara dan
keterampilan intelektual dalam merespons berbagai persoalan politik dan
hukum, kurang terlihat adanya pembentukan karakter bangsa yang sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila, seperti yang diajarkan dalam Pendidikan
Moral Pancasila (PMP) dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn).
Membangun Karakter Bangsa
Sebagai seorang guru PKn saya tak habis pikir, kenapa Pancasila
sampai diabaikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara umumnya dan
dalam dunia pendidikan khususnya, padahal Pancasila merupakan Idiologi
bangsa dan Dasar Negara. Pancasila sebagai Idiologi negara atau falsafah
hidup bangsa hendaknya memiliki peranan besar dalam membangun karakter
bangsa yang mengalami dekadensi moral, begitupun dalam dunia pendidikan
formal yang lebih mengedepankan Ranah Kognitif sebagai hasil akhir dari
belajar, tetapi mengeyampingkan Ranah afektif dan psikomotor yang sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila. Perumusan Pancasila oleh The Founding
Father digali dari kepribadian asli bangsa Indonesia sendiri yang
dirumuskan ke dalam 5 dasar/sila yang sudah sangat tepat dan fleksibel
sebagai nilai-nilai dan karakter bangsa. Apalagi di era globalisasi
sekarang ini, Pancasila hendaknya dijadikan kepribadian agar kita mampu
memfilter setiap pengaruh yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
Pancasila sebagai dasar negara merupakan nilai dasar yang normatif
terhadap seluruh penyelenggaraan ketatanegaraan, yang menjadi dasar
falsafah negara yang memuat norma-norma paling mendasar untuk
menentukann keabsahan penyelenggaraan negara dan kebijakan-kebijakan
penting yang diambil dalam proses pemerintahan, dalam hal ini kedudukan
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, artinya segala
sikap dan perilaku para penyelenggara negara atau pemerintah dan semua
warga negara Indonesia harus merujuk kepada pancasila dan tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila.
Dengan adanya gagasan pemerintah tentang pendidikan karakter yang
entah bagai mana penerapannya yang pasti dalam pendidikan, semakin
mengaburkan nilai-nilai murni Pancasila sebagai Ideologi bangsa, karena
sepanjang pengetahuan saya pendidikan karakter yang akan diterapkan itu
dirumuskan lagi point-point nya, padahal sudah ada Pancasila dengan 36
butir nilai-nilainya yang dapat dijadikan butir-butir pendidikan
karakter, pemerintah tinggal memikirkan bagai mana penerapan yang tepat
sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini.
Dalam pendidikan formal, mata pelajaran Pendidikan Kewaganegaraan
(PKn), atau lebih tepat PPKN atau PMP kembali merupakan satu-satunya
Mata Pelajaran yang langsung memberikan pendidikan tentang
kewarganegaraan dan membangun karakter peserta didik (Character
Building) sesuai dengan Pancasila. Jika pergantian kurikulum ikut
mengubah nama dan materi PPKN dengan meninggalkan Pancasila sebagai
karakter yang mesti diterapkan kepada peserta didik, dikhawatirkan ke
depannya generasi muda Indonesia semakin mengalami keterpurukan karakter
atau karakter yang buruk (bad character) dapat dibayangkan apa yang
akan terjadi dengan negara ini, sekarang saja sudah terlihat dampaknya,
maraknya tawuran pelajar yang sudah menjurus kepada tindakan kriminil,
pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pelajar dan sebagainya.
Sebagai guru PKn saya berharap, Mata Pelajaran PKn akan kembali
kepada PPKN dimana materinya lebih banyak kepada membangun karakter
siswa, bukan ranah kognitif/ teori, tetapi lebih banyak ranah afektif
dan psikomotornya, agar peserta didik memiliki karakter Pancasila yang
diharapkan mampu menempatkan dirinya dalam arus globalisasi, terutama
sekali dalam menyikapi kemajuan teknologi informasi.